JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan kurikulum baru
terus berlanjut tapi masih menyisakan celah dalam desain kurikulum yang
dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Anak-anak luar biasa
yang berhak memperoleh pendidikan justru tidak disinggung sama sekali
dalam kurikulum baru ini.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY), Rochmat Wahab, mengatakan bahwa perubahan kurikulum harus
menyeluruh dan tidak bisa dilakukan secara parsial saja. Untuk itu,
anak-anak luar biasa ini harus diakomodir juga sama seperti anak-anak
lainnya yang akan merasakan kurikulum baru pada Juli mendatang.
"Perubahan
kurikulum ini harus menyeluruh. Selama ini dari draft yang ada tidak
pernah disinggung untuk anak-anak luar biasa," kata Rochmat saat Rapat
Dengar Pendapat di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Jakarta, Senin
(28/1/2013).
Ia menjelaskan bahwa ada delapan kategori anak luar
biasa yaitu anak dengan kecerdasan di atas rata-rata, anak-anak dengan
kecerdasan di bawah rata-rata, anak-anak penyandang tuna netra, tuna
rungu, tuna wicara, tuna daksa, tuna grahita dan autis. Untuk tiap
kategori, tentu saja tidak dapat menggunakan kurikulum yang sama.
"Difokuskan
pada delapan kategori dan tiap jenjang pendidikan inklusi ini harus ada
yaitu di SD, SMP, SMA dan SMK," ujar Rochmat. "Kalau begitu berapa
kurikulum yang harus disiapkan. Delapan kategori kalikan dengan empat
jenjang itu, jadi ada 32. Kalau dipaksakan tahun ini tidak mungkin,"
imbuhnya.
Pria yang juga menjabat sebagai ketua Asosiasi Profesi
Pendidikan Khusus Indonesia ini meminta agar kurikulum untuk anak-anak
berkebutuhan khusus ini diberi kelonggaran waktu dalam penerapannya.
Pasalnya, desain kurikulum untuk anak-anak luar biasa ini harus
disesuaikan dengan kebutuhannya sehingga tidak bisa dilakukan dalam
waktu singkat.
"Saat ini, yang ahli di bidang pendidikan luar
biasa berhimpun dan menyiapkan bahan yang sesuai dengan anak-anak ini.
Prinsip apa saja yang harus dikembangkan misalnya tematik integratif,
antisipasi visioner, digital literacy dan moralitas," jelasnya. "Karena
anak-anak ini beragam, misalkan saja anak-anak tuna daksa dan tuna
rungu, ada juga yang cerdas. Jadi semua harus diakomodir dengan baik,"
tandasnya.